BPR in Supply Chain
Business Process Reengineering in Supply Chain
Apa itu Business Process Reengineering?
Rekayasa proses bisnis merupakan perancangan kembali proses bisnis secara radikal sesuai sumber daya organisasi yang tersedia. Tujuan dilakukannya BPR adalah untuk mendukung misi organisasi dan mengurangi biaya guna mendorong perusahaan menjadi lebih kompetitif melalui peningkatan kinerja dan profit.
Tahapan BPR
- Tentukan proses yang ingin ditingkatkan - Perusahaan/organisasi harus mengidentifikasi proses yang akan menjadi prioritas pengembangan terkait peningkatan keunggulan kompetitif untuk kemudian dikembangkan rencana terkait kebutuhan tersebut.
- Strukturisasi proyek pengembangan proses - Proses yang ingin dikembangkan harus didesain ulang untuk menentukan tujuan proyek, penghalang, serta tim yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan analisis proses.
- Dokumentasi dan analisis proses yang sudah ada (As-Is Process) - Kekuatan dan kelemahan proses yang ingin didesain ulang harus diidentifikasi terkait perubahan selanjutnya.
- Desain proses di masa mendatang - Proses yang dianalisis harus menyesuaikan kebutuhan konsumen serta kekuatan dan kelemahan proses yang sudah ada.
- Kembangkan indikator/matriks proses - Perusahaan/organisasi harus membangun indikator dari setiap proses (end of process indicators dan upstream indicators) untuk memantau dan melakukan perbaikan proses secara berkelanjutan.
- Kembangkan rencana implementasi - Dilakukan penyusunan rencana implementasi proses baru terkait perubahan kebijakan, sumber daya, sistem informasi, rancangan kerja, kemampuan, dan gaji.
- Implementasikan rencana
Keuntungan Pengaplikasian BPR
- Menghilangkan waste (aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah)
- Mempermudah proses kerja agar cepat dan praktis
- Menintegrasikan semua elemen proses agar efektif dan efisien
- Mengotomasi aktivitas yang memungkinkan
Rantai pasok merupakan proses penyediaan produk dari supplier hingga sampai ke tangan pelanggan, termasuk aliran material dan informasi.
Pentingnya Manajemen Rantai Pasok
Manajemen rantai pasok sangat penting dilakukan untuk memperlancar proses produksi dan proses pemasaran untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Diperlukan pula kelancaran arus informasi dan kepercayaan antar divisi agar pengendalian rantai pasok bisa berjalan efektif. Guna mencapai produktivitas yang lebih tinggi, setiap perusahaan disarankan untuk melakukan rekayasa proses bisnis, termasuk pada proses rantai pasok untuk meningkatkan produksinya secara efektif. Maka dari itu, mari kita pelajari strategi rekayasa proses bisnis yang dilakukan industri garmen di Bangladesh!
ANALISIS EFEK KETERGANTUNGAN TAKTIS UNTUK REKAYASA ULANG DAN OPTIMISASI PROSES BISNIS
Fasilitas Produksi Garmen di Bangladesh
Tentunya kita semua sepakat bahwa pakaian adalah salah satu kebutuhan pokok yang harus dimiliki. Ada banyak industri yang memproduksi berbagai jenis pakaian, termasuk garmen. Garmen merupakan industri skala besar yang memproduksi pakaian jadi secara massal. Di Bangladesh, industri garmen menjadi salah satu industri terbesar yang berperan terhadap pemasukan negara. Industri ini telah melakukan ekspor ke lebih dari 29 negara dengan kapasitas produksi yaitu 130.000 pcs/hari.
Seperti halnya perusahaan/organisasi pada umumnya, industri garmen juga memiliki proses bisnis terkait rantai pasok yang dilakukan. Namun, sekitar 67% pemimpin bisnis menggunakan rekayasa proses bisnis yang kurang tepat sehingga berujung pada tingginya tingkat kegalalan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan tersebut, seperti kesalahan pengukuran data, kurangnya pengetahuan, dan kesalahan implementasi. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi yang tepat antara orang, proses, dan teknologi untuk mencapai visi dan misi yang ditetapkan. Ketergantungan taktis muncul selama tahap implementasi BPR untuk meningkatkan efisiensi maupun menciptakan hambatan. Pada industri manufaktur, masalah ketergantungan disebut dengan interdependensi proses (Process Interdependency) yang berdampak signifikan terhadap kinerja dan produktivitas organisasi.
Untuk melakukan rekayasa proses bisnis yang tepat, industri garmen tersebut menggunakan metodologi Khan-Hassan-Butt (KHB) yang merupakan integrasi BPR berbasis data dan algoritma interdependensi proses untuk proses bisnis manufaktur guna menurunkan persentase kegagalan. Algoritma interdependensi proses tersebut terdiri dari 3 faktor utama, antara lain:
- Kondisi batasan: menyaring data dan identifikasi faktor.
- Analisa dampak: mengambil data pembawa perubahan untuk optimalisasi proses.
- Penerapan data: memvalidasi keakuratan dan sumber daya (melalui perbandingan model simulasi dengan model as-is) untuk meningkatkan efisiensi proses.
- Pengurasan - dilakukan dengan 2 mesin (cycle time 60 menit/250 kg kain)
- Pemeriksaan kualitas kebasahan - mengambil sampel dari kain yang dikuras terkait perubahan warna dan diameter
- Pengeringan - menggunakan 3 mesin dengan udara panas pada suhu 70-80 ℃
- Pemeriksaan kualitas kekeringan - terkait warna dan diameter
- Pemadatan kain - dilakukan dengan 3 mesin untuk kemudian dikemas
Dalam kasus ini, durasi pemetaan dilakukan selama 3 minggu, dimana rata-rata penyelesaian pada proses As-Is selama 6 bulan terakhir yaitu sekitar 9.200 kg/hari, sementara pada model simulasi yang dilakukan yaitu sekitar 11.250 kg/hari (mengalami peningkatan 21,62%).
Hasil Interdependensi antar Proses
Interdependensi Proses (Process Interdependency) diidentifikasikan untuk masing-masing stasiun kerja. Hasil identifikasi dijabarkan sebagai berikut:
- Kapasitas bagian pengeringan saat ini tidak mempengaruhi hasil bagian pengeringan, namun memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah operasinya sehingga jumlah operasi perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kinerja keseluruhan.
- Bagian pengurasan dan pemeriksaan kualitas pengeringan tidak saling bergantung sehingga pada kapasitas tersebut, perubahan tidak akan berdampak pada output kedua bagian itu.
- Jumlah operasi pada pengeringan dan pemadatan saling bergantung sehingga perubahan pada bagian pemeriksaan kualitas pengeringan tidak akan mempengaruhi total hasil tanpa adanya perubahan pada proses pengurasan.
- Bottleneck proses berpindah dari bagian pengeringan ke bagian pemadatan.
- Bagian pengurasan saling bergantung dengan pemeriksaan kualitas kebasahan dan kekeringan.
- Bagian pemeriksaan kualitas kebasahan terkait dengan bagian pengeringan, pemeriksaan kualitas kekeringan, dan pemadatan. Hal ini menunjukkan bahwa ada area yang terlewatkan dalam pendekatan bottleneck, seperti ketergantungan proses produksi yang meningkatkan persentase kegagalan proyek BPR jika tidak diselesaikan pada tahap implementasi.
Perubahan yang dilakukan pada model simulasi hanya diterapkan pada sumber daya yang tersedia dengan mempertimbangkan kapasitas proses yang ada yaitu pada aspek cycle time, peningkatan kapasitas, dan manajemen trolley. Hasilnya, produksi tidak dapat melebihi 12.000 kg/hari. Berdasarkan tabel pada model optimasi tersebut, output yang dihasilkan dioptimalkan menjadi 11.250 kg setiap 1.380 menit sehingga terjadi peningkatan jumlah operasi sebanyak 18% dibanding dengan model yang ada saat ini. Waktu produksi rata-rata juga berkurang menjadi 18,57 menit.
Dilansir dari: Khan, M. A., Butt, J., Mebrahtu, H., & Shirvani, H. (2020). Analyzing the effects of tactical dependence for business process reengineering and optimization. Designs, 4(3), 23. doi:10.3390/designs4030023
Comments
Post a Comment